Sabtu, 01 Januari 2011

cerpen


Pertemuan keduanya memang begitu indah pada awalnya, namun sesuatu yang mereka tidak pernah harapkan terjadi secara mendadak tanpa di ketahui keduanya dan tanpa kuasa mereka itu semua berlangsung cukup lama,dan sebuah jawaban datang dan harus mereka terima. Inilah kisah Dona dan Doni.
Mereka di pertemukan dalam satu kampus yang sama, dengan kejadian yang biasa saja. Tak ada yang istimewa dari pertemuan tersebut. Mereka adalah teman sekelas, namun meskipun demikian,  sejak awal semester mereka tidak saling mengenal satu sama lain, hingga bagaimana kejadian yang berlangsung cepat itu, membuat keduanya menjadi lebih dekat, hingga akhirnya mereka di persatukan dengan sesuatu yang di sebut “cinta”.
Hari-hari yang mereka lewati begitu indah, tak pernah terlintas di benak keduanya untuk melukai perasaan di antara mereka, mereka bukan merupakan pasangan yang mengekspos keberadaan hubungan keduanya, mereka lebih percaya pada apa yang di katakan, bahwa perhatian dan kasih sayang tidak perlu di ungkapkan begitu panjang layaknya pembacaan UUD tetapi melalui perbuatan dan hayatilah hubungan itu seperti kita mengamalkan dan menghayati pencasila, karena dengan itu semua hubungan mereka akan terus berjalan tanpa adanya gangguan.
Kenaikan kelas pun di mulai, kini mereka sudah tidak sekelas lagi, namun demikian itu semua tidak menjadi halangan bagi keduanya, justru itu menjadikan pertemuan mereka yang begitu singkat menjadi berharga. Bagaimana tidak, dahulu saat masih sekelas, jelas tak dapat di sangkal mereka memiliki waktu bersama yang lebih di bandingkan saat mereka berada di kelas yang berbeda seperti saat ini. Ini yang membuat mereka berpikir, sayang sekali apabila waktu pertemuan mereka yang amat singkat ini jika di isi dengan pertengkaran, lagi pula tidak ada yang perlu di ributkan.
Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun terus bergulir. Hubungan mereka pun tiidak tehitung muda lagi. Nyaris tidak ada keributan di dalamnya. Hingga pada suatu ketika,
“besok kamu mau kemana ?”, Tanya Doni.
“kebetulan besok aku udah ada janji sama Lisa, kenapa ?”, jawab Dona.
“oh, engga. Aku mau main sama anak-anak, emang kamu janjian mau kemana?” Tanya Doni.
“aku mau nemenin Lisa, katanya dia mau beli buku. Kamu mau main sama siapa?” Tanya Dona.
“aku mau main aja sama Rio,Andi, Seto.”, jawab Doni.
“ehm, ya udah kalo gitu adil kita berdua sama-sama pergi, jadi enggak ada yang merasa di cuekin. Hehe.” Jawab Dona.
“Hahaha, iya ya bener juga kamu”. Jawab Doni.
Mereka pun terus melanjutkan obrolan mereka.
Keesokan harinya, mereka pun sama-sama pergi namun dengan orang yang berbeda dan tempat yang  berbeda.
Meskipun mereka tidak pergi bersama, namun mereka tetap menjaga komunikasi mereka melalui SMS.
Hingga malam tiba, kedua-duanya telah kembali ke rumah mereka masing-masing.  Mereka pun saling bertukar cerita tentang apa yang terjadi hari itu. Tidak ada fikiran negative yang menghantui keduanya.
Namun apa yang di dapat Dona, sebuah fakta mengejutkan, Doni tidak hanya pergi dengan Rio, Andi, dan Seto, ada sosok lain di sana, tentunya seorang wanita. Pertanyaan pun muncul, mengapa Doni tidak bercerita tentang sosok itu, apa mungkin dia takut jika Dona mengetahuinya. Hal itu membuat hati Dona tercubit oleh seujung kuku yang panjang.
Hari kedua, di saat itu keduanya sedang sama-sama libur. Tapi ternyata Doni sudah mempunyai acara tersendiri bersama teman-temannya. Dona pun dengan senang hati mengizinkannya, tidak ada alasan bagi dirinya untuk melarang Doni. Doni pun pergi bersama teman-temannya, sedangkan Dona hanya berdiam di rumah saja pada saat itu. Meskipun Doni tidak mengatakan dengan siapa saja dia pergi, namun Dona mengetahui ada sosok wanita di sana, namun Dona tetap berfikir piositif, “itu hanya temannya saja, dia tidak mungkin seperti itu.”, gumamnya dalam hati yang berusaha menenangkan hatinya sendiri.
Hari kelima, mereka tidak bertemu sama sekali pada hari itu, mereka hanya melakukan komunikasi melalui SMS saja. Kebetulan mereka memilki jadwal kampus yang berbeda, sehingga membuat mereka sulit bertemu. Hingga saat sore tiba, sekitar pukul 15.00 WIB, di dapatinya Doni sedang menjemput seorang wanita, entah siapa wanita yang di jemputnya itu, toh hari ini Doni tidak berkata apa-apa padanya. Dona dengan hati gelisah namun tetap berusaha meyakini dirinya bahwa itu hanya temannya saja yang kebetulan bareng dengannya, meskipun sebenarnya Dona merasakan ada rasa sakit yang mencoba menusuk hatinya.
Hari keenam, Dona sengaja tidak bertanya pada Doni, apa yang kemarin dia lihat, dengan maksud Dona ingin agar Doni yang memberitahunya dengan kesadarannya sendiri. “kalau tidak ada apa-apa seharusnya dia tidak usah takut untuk mengatakannya.”, fikirnya sejenak. Nyatanya tidak ada satu kata pun yang menunjukkan hal itu dari diri Doni. Dona pun berusaha melupakan kejadian itu, meski dirinya tahu itu akan sulit baginya.
Hari kesepuluh. Keadaan yang di rasa berbeda dari diri Doni begitu Dona rasakan, entah itu hanya sebuah perasaan was-was akan takut kehilangan yang wajar ataukah itu memang sungguh adanya. Dona merasa ada yang berbeda dari Doni, seperti tidak focus setiap kali mereka berbicara, seperti ada hal lain yang sedang di fikirkan Doni, entah apa dan seperti ada misteri di dalamnya yang sengaja di simpannya. Begitu jelas terihat dari pancaran matanya, sontak itu membuat Dona mengingat kejadian-kejadian yang di lihatnya sendiri, membuat hatinya begitu sakit sekali, namun Dona tetap tersenyum seolah tak terjadi sesuatu demi mendapatkan sebuah kejujuran yang di tunggu-tunggunya.
Bulan berikutnya, Dona berfikir sepertinya keganjilan yang di temuinya sudah berkurang hari demi hari, namun apa nyatanya, semakin terlihat jelas bahwa ada yang tidak beres yang terjadi pada hubungan mereka. Dona bukanlah orang yang cepat dalam mengambil keputusan, dia berusaha untuk menganalisa semua yang ada, setelah itu mencari bukti yang ada agar dapat memperkuat dirinya bahwa ternyata apa yang di rasakannya itu benar adanya, meskipun memang seorang wanita tercipta untuk memiliki suatu kontak batin yang kuat. Fikirannya terus bertambah kalut dengan petunjuk-petunjuk yang sebenarnya sudah dia ketahui dari mimpinya sendiri. Percaya atau tidak, itu semua pernah di alaminya dan itu semua terjadi begitu sama.
Sama dengan apa yang dia rasakan dulu. Kini Dona kembali merasakan bahwa tanda-tanda yang ada dalam mimpinya itu kembali tergambar. “Oh, tuhan mengapa kau biarkan semua ini terjadi, tak banyak pintaku, hanya ingin ini yang menjadi terakhir untukku.”, doanya dalam hati.
Perasaan itu begitu sakit di rasa, apalagi jika semua sudah terbaca, bahwa ternyata ada sosok lain yang mengisi hari-hari Doni selain dirinya. Hingga suatu hari salah satu teman Doni, berkata pada Dona, “ Na, kalau kamu mau tanya soal Doni, tanya aja, jangan ragu-ragu, aku bakal bantu kamu buat jagain Doni kok.”
Pernyataan itu membuat hatinya semakin berpikir, “apa sih yang sebenarnya terjadi.”
Tak tahu harus apalagi sepertinya semua kesabaran sudah tidak mampu menguatkan hatinya yang memang sudah lama sakit. Seandaiya Doni mau mengatakan yang sejujurnya, toh semua ini tidak akan terjadi.
Semua terungkap ada hubungan special yang terjalin dari awal yang biasa atau mungkin sejak awal yang sudah tak biasa antara Doni dan sosok wanita itu. Hingga akhirnya Dona dengan hati ikhlasnya begitu pun berat Dona berusaha mundur demi kebaikan mereka berdua. Tidak mungkin dia terus bertahan menjalani semuanya dengan hanya sepihak saja. Bagaikan sebuah mobil yang memilki seorang supir namun tidak ada stir mobil, lalu apa fungsinya ada seorang supir jika tidak ada kemudinya, mobil itu tidak akan jalan, hanya tetap diam di tempatnya.
Sirna sudah segala sesuatunya, tak ada lagi sosok yang dapat dia banggakan seperti dahulu, tak ada teman yang setia menemaninya lebih dari sekedar teman. Terasa begitu memilukan baginya, lagu milik Agnes Monica pun begitu mewakili suara hatinya.
Biarkanlah ku sentuhmu..
Berikanku rasa itu..
Pelukmu yang dulu pernah buatku..
Ku tak bisa paksamu..
Tuk tinggal di sisiku..
Walau kau yang selalu sakiti aku dengan perbuatanmu..
Namun sudah kau pergilah..
Jangan kau sesali..
Karena ku sanggup, walau ku tak mau, berdiri sendiri tanpamu..
Ku mau kau tak usah ragu, tinggalkan aku..
Kalau memang harus begitu.
Tak yakin ku kan mampu..
Hapus rasa sakitku..
Ku yang slalu perjuangkan cinta kita berdua..
Namun apa salahku..
Hingga ku tak layak tuk dapatkan kesungguhanmu..
Karena ku sanggup walau ku tak mau..
Berdiri sendiri tanpamu..
Ku mau kau tak usah ragu tinggalkan aku..
Kalau memang harus begitu..
Tak perlu kau buat aku mengerti..
Tersenyumlah karena ku sanggup..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar